Rabu, 24 April 2019

Preimplantation Genetic Diagnosis : Kemajuan Teknologi untuk Mengeliminasi Pewarisan Penyakit Genetik

Terdapat berbagai masalah terkait dengan mendapatkan keturunan normal yang ada di masyarakat, misalnya susah mendapat keturunan atau susah hamil, memiliki resiko penyakit menurun genetik namun menginginkan keturunan yang normal dan bahkan menginginkan keturunan dengan jenis kelamin tertentu. Seiring dengan berkembangnya teknologi kesehatan masalah memperoleh keturunan sesuai kriteria yang diinginkan pun dapat dilakukan.

Preimplantation Genetic Diagnosis (PGD) adalah pengamatan profil embrio sebelum mengalami penempelan (implantasi) di dinding rahim (uterus). PGD disebut juga diagnosis embrio prenatal. PGD yang digunakan untuk menentukan adanya penyakit genetik tertentu dari suatu silsilah keluarga disebut dengan Preimplantation Genetic Haplotyping (PGH), hal itu merupakan tujuan utama dikembangkannya suatu metode lanjut untuk membuat supaya bayi bebas penyakit dan kelainan serta dapat mengurangi kasus aborsi.

Penelitian pertama aplikasi PGD dilaporkan dalam jurnal Nature dilakukan oleh Handyside, Kontogianni dan Winston (1990) di Hammersmith Hospital, London. Pada dua pasangan yang diketahui memiliki resiko mewariskan penyakit genetik adrenoleukodystrophy dan retardasi mental terpaut kromosom-X, dua embrio berjenis kelamin perempuan ditransfer setelah melalui prosedur in vitro fertilization (IVF). Biopsi (pengambilan jaringan hidup) sel tunggal embrio pada fase 8 sel dilakukan dan penentuan jenis kelamin dengan amplifikasi DNA urutan berulang spesifik pada kromosom-Y. Pada dua pasangan tersebut dihasilkan dua anak kembar perempuan yang normal.

Pembuahan sel gamet atau sel kelamin manusia ada dua macam. Pertama, pembuahan di dalam tubuh secara normal, secara inseminasi sperma dalam rahim dan Gamete Intra Fallopian Transfer (GIFT). Kedua, pembuahan di luar tubuh (sering disebut dengan bayi tabung) secara IVF dengan inseminasi sperma dan Intra-cytoplasmic Sperm Injection (ICSI). Jika sperma normal maka IVF dapat dilakukan secara inseminasi namun jika tidak normal dilakukan ICSI dengan menyeleksi sperma terbaik.

Tahapan IVF secara umum yaitu : (1) stimulasi ovulasi dengan administrasi hormon dan monitoring; (2) Pengambilan sel telur yang telah matang; (3) Pengambilan dan seleksi sperma terbaik; (4) Pembuahan secara inseminasi atau ICSI dalam lingkungan terkontrol; (5) Transfer embrio yang berhasil melalui pembuahan ke dalam rahim.

Di Indonesia terdapat beberapa syarat untuk melakukan bayi tabung yang diatur dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu hanya pasangan suami istri resmi yang dapat melakukan prosedur ini, proses pemindahan embrio hanya dapat dilakukan pada rahim istri dan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Terlepas dari kontroversi bioetika di dalamnya, teknologi ini memang perlu pengkajian dengan berbagai ahli dari multidisiplin.

PGD memerlukan metode teknologi reproduktif berbantu (assisted reproductive technology/ART) dan IVF untuk mengevaluasi embrio. Embrio-embrio yang akan diperiksa untuk PGD didapatkan melalui biopsy blastomer atau blastosit setelah sel telur dan sel sperma mengalami pembuahan. Preimplantation Genetic Screening (PGS) merupakan serangkaian tes untuk memeriksa embrio apakah mengalami kromosom abnormal, kemudian pada 2016 diubah istilahnya menjadi Preimplantation genetic diagnosis for aneuploidy (PGD-A).

Pengembangan aplikasi metode PGD terus dilakukan sejak pertama kali diperkenalkan untuk mengeliminasi penyakit genetik agar tidak diwariskan ke keturunan selanjutnya. Hal ini juga bermanfaat karena dapat membuat seseorang mendeteksi ada atau tidaknya abnormalitas pada embrio sebelum implantasi pada rahim dibandingkan terjadi kehamilan keturunan yang abnormal di dalam rahim, sehingga dapat mengurangi resiko aborsi janin.


Artikel Ilmiah Populer (dimuat dalam KR Jogja)