Refleksi Pascakegiatan Baitul Arqam Pegawai
Kegiatan Baitul Arqam bukan sekadar ujian Al-Islam dan Kemuhammadiyahan semata tapi juga forum penguatan ideologi, pemahaman keislaman, serta pembentukan karakter dan jati diri sebagai kader persyarikatan.
Setelah kontemplasi pascakegiatan tersebut, muncul sebuah refleksi bahwa "Menjadi kader Muhammadiyah berarti menjadi manusia yang tercerahkan." ungkapan ini merupakan refleksi dari akumulasi nilai-nilai mendasar yang diusung oleh Muhammadiyah sejak awal berdirinya.
Makna Pencerahan dalam Konteks Muhammadiyah
Muhammadiyah lahir sebagai gerakan Islam yang membawa semangat tajdid (pembaruan) dalam berbagai dimensi kehidupan umat yang mengalami kegelapan spiritual dan sosial. K.H. Ahmad Dahlan sebagai pendiri tidak hanya membangun organisasi, tetapi juga membangun kesadaran umat untuk bangkit dari keterbelakangan berpikir, keterbelakangan sosial, dan stagnasi spiritual. Dalam konteks inilah, pencerahan berarti membangkitkan nalar kritis berkemajuan, menguatkan spiritualitas dalam ketauhidan, serta menghadirkan amal nyata bagi umat, bangsa dan alam semesta.
Seorang kader Muhammadiyah tidak cukup hanya memahami ajaran Islam secara ritual, tetapi juga harus mampu menghidupkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan pribadi, sosial, dan kebangsaan. Pencerahan adalah kemampuan untuk melihat kehidupan ini dengan dasar nilai-nilai Islam yang sebenarnya dalam mengambil sikap dan keputusan.
Menjadi Manusia yang Tercerahkan
Menjadi manusia yg tercerahkan berarti menjadi manusia yang terbuka hati dan pikirannya dengan ajaran Islam, sehingga tau mana yang benar mana yg salah, mana yang harus dilakukan mana yang tidak perlu dilakukan, mana yang baik mana yang buruk. Seorang kader tercerahkan akan selalu berupaya memperbaiki diri serta lingkungannya dengan semangat fastabiqul khairat.
Pencerahan inilah yang membedakan kader Muhammadiyah dari sekadar aktivis organisasi. Kader yang tercerahkan tidak hanya memiliki kesadaran ideologis dan spiritual yang mendalam tapi juga loyal pada struktur gerakan persyarikatan. Ia memahami bahwa keberadaannya di Muhammadiyah bukan untuk mencari kehormatan dunia, melainkan untuk berjuang menegakkan nilai Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar